Rabu, 09 Maret 2011

SUGIH TANPA BANDA, DIGDAYA TANPA AJI, NGLURUG TANPA BALA, MENANG TANPA NGASORAKE

Falsafah hidup (gegebengan) yang adi luhung diatas diturunkan oleh RM. Pandji Sosrokartono kepada anak cucunya. Beliau adalah putra Bupati Jepara ( RM. Adipati Aryo Sosroningrat ), yang juga kakak dari RA. Kartini (Pahlawan emansipasi wanita Indonesia). RM. Pandji Sosrokartono adalah seorang yang berpendidikan, belajar di Universitas Leiden dengan jurusan Bahasa dan Sastra Ketimuran, menguasai 26 Bahasa Asing, dan juga beliau merupakan tokoh Kejawen. Hal-hal yang diwariskan kepada kita merupakan nilai luhur yang patut kita terapkan kedalam kehidupan se hari-hari agar kita dapat menjadi Manusia Jawa yang dapat dipertanggungjawabkan.

SUGIH TANPA BANDA.
Falsafah ini bisa diartikan bahwa kita harus merasa menjadi "kaya" secara hati dan sikap hidup. Kita tidak dibenarkan apabila merasa
MINDER, merasa terkucilkan. Memang sudah menjadi kodrat manusia apabila kita sebagai manusia memiliki pandangan yang materialistis/keduniawian. Namun Tuhan menciptakjan kita sebagai makhluk yang berbudi, yang memiliki ROH atau suksma, yang memiliki kebijaksanaan. Sebagai manusia yang berbudi kita diberikan kemampuan berpikir secara positif, beribadah kepada Gusti, sehingga kita mampu memilah-milah, dan berpikir tidak hanya secara duniawi, materialistis, namun kita juga bisa menghargai "kekayaan" batin, nilai, perilaku yang "tinggi" nilai budi pekertinya.

DIGDAYA TANPA AJI
Manusia dikatakan digdaya/sakti apabila memiliki kesaktian, tahan terhadap segala senjata, dapat menahan serangan musuh, dll. Dan kesaktian ini diperoleh dengan cara "laku" yang hanya bisa dicapai oleh oleh-orang tertentu saja.
Falsafah DIGDAYA TANPA AJI dimaksudkan adalah kita sebagai Manusia Jawa haruslah memiliki sifat-sifat yang baik, berbudi pekerti luhur, tata krama dan kesopanan yang sangat tinggi, toleransi yang luar biasa, positif thinking, dsb, sehingga dimanapun kita berada kita tidak mengundang musuh. Segala kejahatan disikapi dengan sabar, ikhlas, tersenyum, sehingga pmusuhan dapat diminimalisir. Apabila kita mampu bersikap demikian, kita bagaikan memiliki kesaktian karena diharapkan tak ada sesama kita yang akan menghancurkan diri kita. Hal inilah yang dimaksudkan dengan DIGDAYA TANPA AJI.

NGLURUG TANPA BALA
Kita harus 'maju perang', namun kita harus berangkat sendiri,tidak diperbolehkan membawa 'pasukan'.
Mengapa demikian ??. Karena kita harus berperang melawan "diri sendiri'. Kita harus mampu berperang melawan "hawa nafsu" yang negatif, yang tidak baik. Inilah jihad sesungguhnya yang harus kita lakukan, yaitu melawan nafsu ketamakan, amarah (emosi), kerakusan, kelicikan, ambisi berlebihan, dll. Hal ini sangatlah berat karena tanpa niat dan tekad yang benar-benar kuat hal ini tak kan mampu terlaksana. Falsafah ini digambarkan dengan kalimat/Tembang Sinom yang indah oleh Pujangga terkenal Ki Ranggawarsita dalam "Serat Kalatidha", yaitu : "Amenangi zaman edan, ewuh aya ing pambudi, melu edan nora tahan, yen tan melu anglakoni, boya keduman melik, kaliren wekasanipun, ndilalah karsa Allah, begja-begjaning kang lali, luwh begja kang eling lawan waspada". Inilah yang sebagian dari kita belum mampu memenangkan peperangan ini terbukti jaman sekarang banyak sekali terjadi hal-hal negatif dimasyarat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

MENANG TANPA NGASORAKE
Falsafah ini bisa kita hayati apabila kita benar-benar dapat menerapkan TATA KRAMA JAWA yang baik. Apabila kita telah menyatu dengan tata krama yang baik maka kita akan menjadi pribadi yang sareh, senantiasa eling lan waspada, menjunjung tinggi laku utama, kebaikan, mengenal diri sendiri, menyerahkan segala usaha dan sikap kepada Gusti Keng Murbeng Dumadi.

Demikianlah, semoga falsafah hidup yang adiluhung ini mampu kita serap, kita terapkan, dan kita wariskan kepada anak cucu aehingga kekacauan yang terjadi dimana-mana dengan sabar sareh mampu dikurangi minimal oleh keluarga kita, sahabat2 kita, lingkungan kita dll...walaupun memakan waktu namun tak ada salahnya kita berusaha..demi tercapainya masyarakat dunia yang aman, adil , sentausa. Terlalu muluk kah ??

copas dari catatan Ida Susweniati Indah Retnoningsih

Tidak ada komentar: